#SejarahPembentukanBanyumas


 

 
BERDIRINYA KABUPATEN BANYUMAS DALAM BABAD BANYUMAS MERTADIREDJAN
Ilustrasi buku Serial Bacaan Babad Banyumas karya NasSirun PurwOkartun yang menggambarkan Raden Jaka Kaiman tengah membagi empat wilayah Wirasaba. Dari pembagian itu kemudian Raden Jaka Kaiman pindah ke Kejawar yang menjadi awal mula Kabupaten Banyumas.

Dikisahkan yang saling berdebat, yakni para prajurit utusan Pajang, sudah kembali pulang. Sudah menyampaikan kabar pada sang sultan. Bahwa semua terjadi karena kesalahpahaman mereka.

“Kyai Adipati Wirasaba sudah meninggal. Hamba tidak sampai hati melihatnya.”

Begitu ucapan prajurit yang datang belakangan.

Prajurit yang datang duluan melanjutkan, “Lebih-lebih kesedihan yang saya rasakan. Karena sata telah membunuh orang yang tidak bersalah…”

Sang Sultan pelan dalam ucapan, “Sekarang, kalian kumpulkan semua anak-anak sang adipati. Saya perintahkan menghadap. Bertemu langsung dengan saya.”

Ketiga prajurit menyembah dan pamitan. Keluar dari dalam kerajaan.

Dalam perjalanan tidak dikisahkan. Sampailah mereka di Kadipaten Wirasaba. Para prajurit kemudian masuk ke dalam.

Pada saat itu semua masih ribut. Baik istri maupun anak-anaknya. Hingga tidak bisa menemui tamu.

Pada waktu itu yang menemui merek adalah adik sang adipati, yaitu anak dari istri selir, namanya Pangeran Serangpati. Para prajurit dipersilahkan untuk duduk di pendapa.

Para prajurit bertanya padanya, “Saudara itu apa kedudukannya di Wirasaba? Apanya Kyai Adipati?”

Kyai Serangpati menjawab, “Saya adik dari Kyai Adipati yang sudah meninggal. 

Namun saya tidak mempunyai kedudukan. Nama saya Serangpati. Hanya disebut sebagai sesepuh di Kadipaten Wirasaba ini.”

Para prajuiri kemudian berkata, “Begini, Kyai, ada panggilan dari sang sultan. Seluruhnya mohon dikumpulkan. Para putra adipati kalau sudah berkumpul semua akan dipanggil menghadap sang sultan ke Kesultanan Pajang. Nah, sekarang Kyai Serangpati, Anda kumpulkan semua para putra adipati. Besar kecil tua muda. Kami ingin mengetahui semuanya.”

Dengan segera Kyai Serangpati mengundang para putra semua. Laki dan perempuan untuk berkumpul. Juga yang tua dan yang muda. Hingga bertemulah para prajurit dengan ketiga anak sang adipati.

Berkatalah Kyai Serangpati, “Inilah mereka semua. Anak-anak Adipati Wirasaba.”

Prajurit kemudian berkata pada mereka, “Katakan pada mereka bahwa sang sultan memanggil berangkat bersama kami. Begitulah perintahnya.”

Dengan segera Kyai Serangpati menyampaikannya pada para semua putra adipati, “Anak-anakku, kalian semua dipanggil sultan. Bagaimana jawaban kalian? Apakah kalian akan berangkat ke Kesultanan Pajang menghadap pada sang sultan?”

Ngabehi Warga Wijaya menjawab kepada sang paman, Kyai Serangpati, “Saya menyatakan tidak mau memenuhi panggilan sang sultan. Terserah saja pada kakak saya. Sebab dia adalah putra tertua. Walaupun perempuan tapi sudah mempunyai suami. Tidak akan mengalam kesulitan. Tinggal menawarkan saja pada ipar saya itu.”

Kyai Serangpati pun beralih bertanya pada Bagus Mangun, “Sekarang tiggal saya tawarkan padamu. Ini kedua adik iparmu semua sudah menolak  menghadap, yaitu Warga Wijaya, juga adikmu, Ki Ageng Senon. Mereka tidak mau menghadap pada sang sultan. Hanya padamu sekarang keputusannya. Bagaimana jawabanmu, anakku?Apa kamu sanggup memenuhi panggilan sang sultan itu?”

Yang ditawari, menantu Kyai Adipati Wirasaba berkata, “Kalau kedua adik saya rela, tidak ada yang mau berangkat, ijinkan saya yang akan menyanggupi memenuhi panggilan sang sultan. Lebih baik saya ikut mati bersama mertua saja. Hanya saja saya ada pesan yang ingin disampaikan kalau saya nanti selamat dalam perjalanan, tidak ada halangan satu pun juga, bahkan mendapat pemberian kasih sang sultan,misal jika saya diberi kedudukan menjadi adipati Wirasaba, kedua adik saya jangan ada yang menyesal. Jangan sedih lahir batin. Dan permintaan saya lagi, kalau menjadi takdir Yang Kuasa, bila ada keputusan dari sang sultan, sampai kepada keturunan saya nanti, dan juga keturunan adik saya semua, jangan ada yang mengganggu, hingga kedudukan bisa lestari berkuasa di Kadipaten Wirasaba.”

Kemudian bersiaplah Bagus Mangun, pemuda dari Kejawar itu berangkat bersama prajurit. Banyak keluarganya yang ikut mengiringkan ke Pajang. Terutama keluarga dari desa Kejawar.

Tidak dikisahkan perjalanannya. Sampailah mereka di Kesultanan Pajang. Kemudian bertemulah dengan sang sultan. Sang sultan senang hatinya melihat pemuda dari Kejawar. Hingga diberi kedudukan untuk berkuasa atas Kadipaten Wirasaba.

Bagus Mangun diberi gelar yang sama dengan ayah mertuanya yang meninggal, yakni Warga Utama juga.

Kemudian tersebarlah kabar, bahwa pemuda dari Kejawar sudah diangkat kedudukannya menggantikan mertuanya, menjadi seorang adipati bergelar Warga Utama.

Permintaan sang sultan, setelah sekitar tiga bulan lamanya berada di Pajang, setelah mendapat ijin sultan untuk kembali pulang ke Wirasaba.

Tidak dikisahkan dalam perjalanannya, sampailah mereka di Wirasaba.

Semua rakyat tunduk padanya. Berikut para saudaranya. Semua menyatakan kesetiaan. Siap mengabdi dengan kasih sayang. Segenap keluarga besarnya.

Berikut desa di kanan dan kirinya, baik daerah mancapat maupun mancalimanya, semua bersepakat tunduk padanya. Seluruh keluarga besarnya. Kepada adipati yang baru.

Kehendak sang adipati, wilayah kadipaten Wirasaba kemudian dibagi empat.  Seluruh wilayah dipecah-pecah. Dibagikan kepada saudara-saudaranya. Sebagian diberikan pada Senon. Sebagian kepada Wirasaba. Sebagian untuk Toyareka. Sebagian lagi untuk Pasir. Masing-masing mendapat seperempat.

Semuanya sudah diberi kekuasaan dari kakak mereka sang adipati. Berikut juga tanda kebesarannya. Bersyukurlah saudaranya semua. Seluruh keluarga besar. Sungguh tulus nyata kebesaran hati sang adipati kepada para saudaranya.

Karena itulah, hingga terkenallah sang adipati dengan gelar Adipati Mrapat. Karena telah membagi empat wilayahnya, dibagikan kepada empat saudaranya.

Antara sekitar setengah tahun kemudian, pada suatu malam sang adipati, bersamaan dengan malam purnama, antara tidur dan terjaga, terdengar sebuah suara. Jelas sekali perintahnya.

“Dengarkan wahai sang adipati. Kalau engkau ingin sejahtera dan terus berwibawa menguasai Wirasaba, kamu pindahkan pusat pemerintahan dari wilayah Wirasaba. Kamu bertempatlah di sebelah barat, di tanah wilayah Kejawar. Tepatnya di sebelah barat laut. Bukalah tempat di situ itu, di dekat tumbuhnya pohon tembaga.”

Suara kembali terdengar.

“Di situ dirikanlah pusat kekuasaan. Maka akan panjang derajatmu. Hingga keturunanmu kelak berkuasa di wilayah Wirasaba.”

Terkejutlah sang adipati.

Terbangun dan masih terngiang. Suara yang baru saja didengarnya. Seperti tidak sedang bermimpi. Benar-benar seperti tengah sadar. 

Maka segera dipanggillah seluruh keluarga besarnya. Berikut juga saudara. Hingga semua berkumpul di hadapan sang adipati

Berkatalah sang adipati, “Wahai seluruh keluargaku semua. Kalian sengaja saya datangkan semua. Beserta para saudara. Kalian semua saya beritahu bahwa saya punya keinginan untuk memindah pusat pemerintahan. Di Wirasaba sudah berakhir. 

Yang akan saya buka adalah daerah sebelah barat laut Kejawar. Di situlah saya akan membangun pusat pemerintahan. Sedangkan Wirasaba ini jadilah tempat kedudukan adik saya, Warga Wijaya.”

Semua saudara kemudian berunding bersama para keluarga besarnya. Semua bersepakat satu suara. Semua setuju dan mendukung. Seluruh prajurit diperintahkan bersiap untuk berpindah.

Semua barang bawaan disiapkan. Barang milik sang adipati.

Pagi sekali mulai berangkat. Perjalanan menggunakan perahu. Mengikuti arus sungai. Menyusur sungai Serayu. Sampailah mereka di wilayah Kejawar. Di daerah pusaran air Sungai Serayu mereka mendaratkan perahu.

Seluruh pengiring sang adipati, berikut para keluarga besar, semua telah mendarat. Lalu membangun pesanggrahan.

Riuh sekali suara para prajurit .

Setelah pesanggrahan jadi Kyai Adipati dipersilahkan untuk masuk ke dalam pondokan. Tempat tumbuhnya pohon tembaga semua sudah dirapikan tanahnya. Seluruh lurah dan bawahannya yang melaksanakan pekerjaan.

Waktu itu yang membantu adalah Kyai Mranggi dari Kejawar. Megirimkan makanan setiap harinya. Untuk memenuhi kebutuhan makan prajurit yang sedang bekerja

Setelah berdiri bangunan, berikut seluruh bangunannya, pintu gerbang hingga tempat menghadap, alun-alun yang sangat luas, hingga jalan-jalan yang teratur berjajar. 

Setelah semua kebutuhan pemerintahan selesai dibangun, kemudian diberi nama Banyumas.

Banyak orang pindah ke Banyumas. Orang Pajang hingga Bagelen. Juga orang dari pesisir banyak yang datang. Pandai emas, tukang logam dan empu merasa nyaman dan tenteram jiwanya. Wilayahnya menjadi makmur. Murah pakaian murah makanan.

Dikisahkan Adipati Mrapat sudah banyak memiliki anak. Enam jumlahnya, yang empat laki-laki sedangkan yang dua perempuan. Putra sulungnya dikisahkan lahir dari istri selir, namanya Mertasuta. Oleh sang ayah ditempatkan di Koripan. 

Anak yang kedua Pangeran Ngabehi Janah. Kemudian adiknya lagi bernama Merta Wedana, bertempat tinggal di Piasa. Adiknya lagi, laki-laki, namanya Merta Menggala, bertempat di Danajara. Oleh sang ayah diberi kedudukandi Selamerta

Anak perempuannya yang bernama Nyai Sutapraya diberi tanah di Pandak, Pekikiran, dan Somagede. Adik perempuannya, bernama Nyai Wirakusuma bertempat tinggal di Papringan dan Mandirancan.

Sumber : https://babadbanyumas.com/berdirinya-kabupaten-banyumas-dalam-babad-banyumas-mertadiredjan/

DINAMIKA PEMBENTUKAN

WILAYAH BANYUMAS

Pada tahun 1816-1830, Banyumas terbentuk menjadi 2 daerah Kawedanan dibawah kepemimpinan Kasepuhan Raden Adipati Cokronegoro dan Kanoman Mertadiredja I. Pada masa ini, karena kekalahan Perang Diponegoro (Perang Jawa), membuat Banyumas yang pada saat itu merupakan salah satu daerah Mancanegara Kilen Kasunanan Surakarta jatuh ke tangan Kolonial Belanda. Banyumas yang berada di bawah kekuasaan Belanda berubah sistem menjadi Karesidenan dimana wilayah Banyumas berada dibawah penanganan seorang Residen dari Belanda (bupati masih tetap ada). Pada saat masa pemerintahan Adipati Cokronegoro II, sistem Karesidenan mulai dijalankan dengan pemimpin Residennya adalah Cornelis de Clercq Moolenburgh. Residen Banyumas sendiri terdiri dari beberapa kabupaten diantaranya yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purwokerto, Kabupaten Ajibarang, Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Banjarnegara.

Pada tahun 1982, Purwokerto menjadi sebuah Kota Administrasi. Kota Administratif merupakan sebuah wilayah administratif di Indonesia yang berada di bawah pemerintahan kabupaten daerah tingkat II. Kota Administratif sendiri tidak memiliki DPRD, namun pemimpinnya (Wali Kota Administratif) masih berada di bawah kekuasaan seorang bupati. Berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 1982 Tentang Pembentukan Kota Administratif Purwokerto, Presiden RI menimbang Purwokerto menjadi Kota Administratif karena Purwokerto telah menunjukkan ciri dan sifat penghidupan perkotaan yang memerlukan pembinaan serta peraturan penyelenggaraan pemerintah secara khusus.

Terdapat 4 kecamatan yang berada di bawah pemerintahan Kota Administratif Purwokerto, diantaranya yaitu:

1. Kecamatan Purwokerto Utara dengan pusat pemerintahan berkedudukan di Bancarkembar.

2. Kecamatan Purwokerto Selatan dengan pusat pemerintahan berkedudukan di Karangklesem.

3. Kecamatan Purwokerto Barat dengan pusat pemerintahan berkedudukan di Rejasari.

4. Kecamatan Purwokerto Timur dengan pusat pemerintahan berkedudukan di Purwokerto Wetan.

Walaupun Purwokerto telah menjadi sebuah Kota Administratif, namun Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Banyumas tetap berkedudukan di Purwokerto.  Pada tahun 1999 seperti yang terdapat pada Undang-Undang Rebublik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dikeluarkannya Peraturan Daerah bahwa setiap Kota Adminstratif harus segera naik tingkat menjadi sebuah Kota/Kabupaten. Setiap Daerah diharapkan segera menyelenggarakan Otonomi Daerah. Dan keberadaan sebuah provinsi yang diakui oleh negara hanya terdiri dari Kota dan Kabupaten saja di dalamnya (Kota Administratif tidak termasuk).

Semua Kecamatan, Kelurahan dan Desa yang ada pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini tetap sebagai Kecamatan, Kelurahan dan Desa. Dan, Desa-desa yang ada di dalam wilayah Kotamadya, Kotamadya Administratif dan Kota Administratif berdasarkan UU No. 5 Tahun 1974 pada saat mulai berlakunya undang-undang ini ditetapkan sebagai Kelurahan.  Semua Kota Administratif termasuk Purwokerto harus dapat ditingkatkan menjadi Daerah Otonom, dan disebutkan bahwa selambat-lambatnya dua tahun setelah Peraturan Daerah ini ditetapkan, setiap Kota Administratif harus sudah berubah statusnya mejadi Kabupaten/Kota. Jika suatu Kota Administratif tidak memenuhi ketentuan untuk ditingkatkan, maka daerah Kota Administratif tersebut bisa dihapuskan saja dan digabung dengan daerah lain (Pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999). Hingga akhirnya pada Januari 2001, Undang-Undang No. 22 dan 25 Tahun 1999 dijalankan secara penuh dan resmi. Namun, setelah adanya penghapusan Kota Administratif dan pemberlakuan UU Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999, Purwokerto tidak berubah menjadi sebuah Kota Otonom/Daerah Otonomi, melainkan menjadi sebuah wilayah pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas. Secara de jure Purwokerto masih menjadi bagian dan merupakan wilayah di bawah pemerintahan Kabupaten Banyumas. Untuk saat ini, Purwokerto masih melakukan pengajuan/usulan kepada pusat untuk menjadi sebuah Kota Otonom dengan menambah beberapa kecamatan lagi yang berada di sekitar Purwokerto.

Sumber : BHHC (Banjoemas Heritage History Community)

 

PP No 33 Th 2003
PP NOMOR 33 TAHUN 2003 TENTANG PENGHAPUSAN KOTA ADMINISTRATIF

 

 

PERUBAHAN

HARI JADI BANYUMAS

 

VIDEO ANIMASI PERUBAHAN HARI JADI KABUPATEN BANYUMAS

Sumber : Sekretariat Dewan Kabupaten Banyumas

Pada saat bupati Banyumas yang ke-31, Ir. H. Achmad Husein beliau mengubah hari jadi Banyumas menjadi tanggal 22 Februari. Peringatan Hari Jadi Banyumas akan jatuh pada tanggal 22 Februari. Sebelumnya peringatan Hari Jadi Banyumas bertanggal 6 April. Perubahan ini berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 10 Tahun 2015 tentang Hari Jadi Kabupaten Banyumas, Perda tersebut mencabut Perda No 2 Tahun 1990 tentang Hari Jadi Kabupaten Banyumas. Dengan perubahan hari jadi tersebut, ada perbedaan rentang waktu 11 tahun, dimana Hari Jadi Banyumas yang baru ditetapkan 11 tahun lebih tua. Sehingga di tahun 2016, Banyumas akan merayakan hari jadinya yang ke 445.Landasannya adalah pada tanggal 6 April 1582  karena pada saat itu R. Djoko Kahiman diangkat menjadi Adipati Wirasaba VII dengan gelar Adipati Warga Utama II oleh Sultan Pajang Hadiwijaya dan selanjutnya menjadi Adipati Banyumas pertama. Berdasarkan penelitian dan telaah yang mendalam, terdapat sebuah Naskah yang sangat penting dan menentukan dalam kaitannya penelusuran sumber sejarah untuk menentukan kapan hari jadi Kabupaten Banyumas yang sebenarnya, naskah tersebut dikenal dengan nama : “Naskah Kalibening”.

Naskah Kalibening mencatat suatu peristiwa yang berkaitan dengan penyerahan upeti kepada Sultan Pajang pada tanggal 27 Pasa hari Rabu sore. Memang diakui bahwa teks Kalibening cenderung anonim, artinya tokoh yang diceritakan tidak disebutkan namanya, tetapi jati diri tokoh-tokoh itu bisa diinterpretasikan melalui perbandingan dengan teks-teks yang lain. Teks Kalibening menyebut peristiwa penyerahan upeti itu juga berkaitan dengan “Sang Mertua” (rama), sehingga tanggal tersebut dapat dipakai sebagai patokan hari jadi Kabupaten Banyumas. Sedangkan angka tahun yang dipakai adalah berdasarkan kesaksian teks yang dikandung oleh Naskah Krandji-Kedhungwuluh dan catatan tradisi pada Makam Adipati Mrapat di Astana Redi Bendungan (Dawuhan) yang menyatakan bahwa tahun 1571 adalah awal kekuasaan Adipati Mrapat (R. Joko Kaiman), dan tahun 1571-1582 adalah periode kekuasaan Adipati Mrapat. Jadi, tahun 1582 bukan merupakan tahun awal, tetapi merupakan tahun akhir kekuasaan Adipati Mrapat. Di samping itu, tahun 1571 juga terpampang pada Papan Makam dan Batu Grip Makam Adipati Mrapat yang masih ada pada tanggal 1 Januari 1984, setelah itu makam direnovasi oleh Bupati Roedjito, renovasi tersebut telah menghilangkan data tersebut.

Berdasarkan sumber-sumber tersebut, maka tanggal 27 Pasa tahun Masehi 1571 bisa ditetapkan sebagai hari jadi. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa bulan Ramadhan pada tahun 1571 Masehi jatuh pada tahun 978 H. Setelah dihitung, maka ditemukan tanggal 27 Ramadhan 978 H dan setelah dikonversikan dengan tahun Masehi, maka ditemukan tanggal 22 Pebruari 1571 Masehi yang bertepatan dengan Kamis Wage (Rabu sore). Tanggal 27 Ramadhan 978 H atau tanggal 22 Pebruari 1571 Masehi, ditentukan sebagai patokan hari jadi Kabupaten Banyumas berdasarkan perhitungan tanggal dan hari dimana R. Joko Kaiman (Adipati Mrapat) yang bergelar Adipati Warga Utama II diangkat atau ditetapkan oleh Sultan Pajang sebagai Adipati Wirasaba VII menggantikan rama mertuanya yaitu Adipati Warga Utama I (Adipati Wirasaba VI).

Joko Kaiman yang telah diangkat menjadi Adipati Wirasaba VII, beliau membagi daerah kekuasaannya menjadi empat (sehingga R. Joko Kaiman terkenal dengan nama Adipati Mrapat), yaitu :

Banjar Pertambakan diberikan kepada Kiai Ngabehi Wirayudo.

Merden diberikan kepada Kiai Ngabehi Wirakusumo.

Wirasaba diberikan kepada Kiai Ngabehi Wargawijoyo.

Sedangkan beliau merelakan kembali ke Banyumas dengan maksud mulai membangun pusat pemerintahan yang baru.

Dengan demikian, tanggal 27 Ramadhan 978 H atau 22 Pebruari 1571 lebih bisa dipertanggungjawabkan karena ada sumbernya atau ada dokumennya. Tanggal tersebut merupakan alternatif kuat untuk ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Banyumas sebelum ditemukannya sumber sejarah yang lain yang lebih kuat.

Sumber: (Facebook: Humas Pemkab Banyumas, Tanggal 26 Januari 2016)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BANYUMAS 
NOMOR 2 TAHUN 1990 TENTANG PENETAPAN HARI JADI KABUPATEN 
DAERAH TINGKAT II BANYUMAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 10
TAHUN 2015
TENTANG HARI JADI KABUPATEN BANYUMAS

 

LAMBANG DAERAH

KABUPATEN BANYUMAS

 

 

  • Daun lambang

Berbentuk bulat dan didalamnya berlukiskan dari atas ke bawah, melambangkan kebulatan tekad masyarakat di wilayah Kabupaten Banyumas dalam melaksanakan usahanya yang suci, ikut serta dalam revolusi bangsa Indonesia dalam mengejar cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

  • Gunung Slamet

Berwarna abu-abu(kelabu) atau hitam dengan latar belakang warna biru di bagian atas dan warna hijau di bagian sebelah bawahnya.

NAMA SLAMET: mencerminkan harapan masyarakat di kabupaten Banyumas khususnya dan seluruh wilayah Indonesia umumnya agar supaya senantiasa selamat di dunia dan akhirat kelak dengan arti kata sesuai dengan Pancasila.

GUNUNG SLAMET: digambarkan sangat megah menjulang tinggi ke angkasa, melukiskan keagungan dan keteguhan yang dimiliki dan diamalkan oleh manusia masyarakat di Kabupaten Banyumas. Di gunung terdapat terdapat hutan lebat yang perlu dijaga agar tetap menghijau, mengingat fungsi hutan bagi daerah (hasta karana) yang bersifat: klimatologis, hidrologis, orologis, sosiologis, ekonomis, strategis, estetis, sanitair.

  • Sungai Serayu

Terletak melintang dengan warna kuning emas berlapis tiga yang dibatasi dengan baris gelombang sebanyak empat buah berwarna hitam.

NAMA SERAYU: mencerminkan harapan masyarakat di Kabupaten Banyumas khususnya dan seluruh Indonesia umumnya, agar supaya senantiasa RAHAYU atau selamat.

AIR SUNGAI SERAYU: sangat bermanfaat untuk pertaniandan usaha-usaha produksi serta usaha-usaha untuk kesejahteraan lainnya dari masyarakat Kabupaten Banyumas dan sekitarnya. Digambarkan tiga lapis gelombang maksudnya, bahwa sungai tersebut mengalir di tiga ex Kawedanan yaitu Banyumas, Sokaraja, Jatilawang.

  • Seludang (Mancung)

Berwarna cokelat dan manggar berwarna kuning emas yang tandanya terdapat 10 butir buah kelapa yang masih muda (bluluk) berwarna putih.kuning dan seluruhnya terletak di bagian bawah sebelah kiri. Kabupaten Banyumas merupakan penghasil gula kelapa dan merupakan sumber salah satuusaha rakyat.

  • Setangkai/ranting cengkeh

Dengan tangkainya yang berbuah lima biji, cengkeh berwarna cokelat/kuning emas yang terletak di belahan bawah sebelah kanan. Berbuah lima diartikan Pancasila. Kabupaten Banyumas merupakan penghasil cengkeh yang cukup besar.

  • Gada Rujak Polo

Berwarna hitam yang beruas lima buah, pinggiran lukisan yang ada di dalamnya merupakan batas ruas yang berwarna kuning. Merupakan senjata Raden Werkudara dengan sifat satria, jiwa pejuang yang gagah berani dan kuat yang dimiliki oleh orang Banyumas yang mengingatkan para tokoh dan pejuang Kabupaten Banyumas. Raden Werkudara bersifat jujur dan cablaka yang juga merupakan sifat orang Banyumas.

  • Sebatang pohon beringin

Pohon beringin yang mempunyai sulur enam buah dan rimbunan daun berupa tiga lapisan gelombang yang merupakan rangkaian 24 busur dengan susunan dari dalam keluar 4,6, dan 14 yang keseluruhannya berwarna putih dan terletak di tengah sebagai bayangan (di belakang gada rujak polo). Bermakna pengayoman, keadilan, dan kebenaran yang diusahakan dan menjadi cita-cita masyarakat Banyumas.

  • Surya sengkala: RARASING RASA WIWARANING PRADJA

Mengandung makna Tahun 1966 dan juga diartikan bahwa rasa yang serasi dari masyarakat merupakan pintu gerbang untuk memasuki daerah atau negara yang dicita-citakan.Ditulis dengan huruf Latin berwarna emas di atas dasar yang berbentuk pita sebagai bayangan berwarna hitam dengan pelisir kuning emas.
Nama daerah "DAERAH KABUPATEN BANYUMAS" ditulis dengan huruf Latin berwarna kuning emas di atas dasar yang berbentuk pita berwarna merah pelisir warna kuning emas.

  • Pengapit lambang

Sebelah kanan:Ranting murbai 8 (berwarna hijau berpelisir warna kuning emas, berbuah delapan untai/buah berwarna merah dan kuning emas serta tangkainya berwarna kuning emas) Menggambarkan dan bermakna Kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Perpaduan antara padi murbai dan gada rujak polo melambangkan hari depan rakyat Banyumas yang menuju masyarakat adil dan makmur yang diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Perpaduan antara bulir padi tujuh belas biji, murbai berdaun delapan, garis gelombang empat buah dan gada beruas lima adalah merupakan angka tanggal bersejarah, Hari Proklamasi Indonesia, 17 Agustus 1945.

Makna Warna untuk motif gambar lambang daerah

  • Hitam:keabadian,keteguhan,setia,konsekuen
  • Hijau:kesuburan,kemakmuran
  • Putih:kesucian,kejujuran

Sumber : www.banyumaskab.go.id

Pada lambang Pemerintah Kabupaten yang keliru terdapat tulisan yang berbunyi "Rarasaning Rasa Wiwaraning Praja", padahal semestinya yang benar yaitu, "Rarasing Rasa Wiwaraning Pradja". BANYUMAS - Lambang Kabupaten Banyumas yang selama ini dikenal publik dinilai keliru. Bahkan lambang tersebut digunakan sejumlah instansi pemerintah di Banyumas.

Hal itu dikatakan, pemerhati seni dan budaya di Banyumas, Toni Riyamukti. Ia mengatakan, kekeliruan lambang tersebut banyak ditemukan antara lain pada bangunan-bangunan perkantoran baru, spanduk dan stiker. "Setelah diperhatikan selama sejak beberapa bulan yang lalu ada kekeliruan. Awalnya masih toleransi dengan lambang yang beda warna dan bentuk, tapi begitu melihat lambang yang tulisannya keliru, itu fatal menurut saya," katanya. Dia memaparkan, pada lambang Pemkab yang keliru terdapat tulisan yang berbunyi "Rarasaning Rasa Wiwaraning Praja", padahal semestinya yang benar yaitu, "Rarasing Rasa Wiwaraning Pradja". Menurut Toni, kalimat "Rarasing Rasa Wiwaraning Pradja" merupakan surjasengkala yang menandakan tahun pembuatannya yaitu 1966. Apabila salah satu kata dari kalimat diubah, maka akan menjadi tidak bermakna. "Ini terjadi karena adanya sumber yang salah. Misalnya suatu sumber di media sosial yang mengunggah lambang yang telah didesain ulang. Lalu kemudian menjadi rujukan oleh banyak pihak," lanjutnya. Padahal, kata dia, sumber tersebut tidak merujuk pada lambang yang benar sesuai Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 20 Juni 1970 No. Pemda. 10/15/22-166 tentang Lambang Daerah Kabupaten Banyumas.

LOGO SALAH

 

LOGO BENAR

Lambang yang tulisannya salah. "Kami berharap, penggunaan lambang daerah Kabupaten Banyumas yang berbeda-beda agar disesuaikan dan diseragamkan mengacu kepada dasar hukumnya," kata Toni. Menanggapi hal itu, Kabag Kesra Setda Banyumas Suwondo Geni telah menggelar pertemuan dengan berbagai pihak untuk mambahas persoalan tersebut. Ia tidak menampik banyak instansi yang keliru, terutama terkait dengan penulisan pada lambang daerah. "Hasil rapat intinya akan dibuat Surat Edaran Bupati agar instansi yang keliru menggunakan lambang daerah untuk dibetulkan," katanya. Kemudian lambang daerah yang banyak ditemukan di dunia maya, kata Suwondo, akan ditindaklanjuti Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo). (ali)

Sumber : Radar Banyumas