#SejarahMasaKolonial



Pada tahun  1831 wilayah Banyumasan dijadikan karesidenan dengan ibukota di kota Banyumas, yang membawahi 5 kabupaten (Regentschaap) yaitu kabupaten Banyumas, kabupaten Ajibarang, kabupaten Dayohluhur, kabupaten Purbalingga dan kabupaten Banjarnegara. Kabupaten Banyumas berdiri sendiri dengan wilayah beberapa Kawedanan (distrik) diantaranya adalah Banyumas, Adireja dan Purwareja (Klampok). Sedangkan Wilayah kabupaten Ajibarang terdiri dari kawedanan Purwokerto, Ajibarang dan Jambu Jatilawang.

Kabupaten Purbalingga membawahi kawedanan Purbalingga, Sokaraja, Kertanegara dan Cahyana (Bukateja). Kabupaten Banjarnegara membawahi kawedanan Banjar, Singamerta, Leksana, Karangkobar dan Batur. Dan yang terakhir adalah Kabupaten Dayohluhur yang terdiri dari kawedanan Majenang, Dayohluhur, Pegadingan dan Jeruklegi.

Kabupaten Banyumas dengan bupati Raden Adipati Cakrawedana (dahulunya merupakan Wedana Adipati Kasepuhan banyumas) dan di dampingi Residen De Sturler sedangkan kabupaten Ajibarang bupati yang diangkat adalah Wedana Adipati Kanoman Banyumas Raden Adipati Bratadiningrat bergelar Raden Adipati Mertadiredja I dengan didampingi Asisten Residen Werkevisser. Kedua kabupaten inilah yang kelak akan bergabung menjadi satu menjadi kabupaten Banyumas.

  • Kabupaten Banyumas

Kepemimpinan Raden Adipati Cakrawedana hanya berlangsung sebentar karena pihak Kasunanan tidak berapa lama langsung memberhetikannya dan menggantikannya dengan Raden Ngabei Tjakradiredja dengan gelar Raden Adipati Cakranegara I atau Kanjeng Rider yang menjabat sejak tahun 1831 hingga tahun 1864. Pada masa jabatannya pabrik gula Kalibagor dibangun pada tahun 1839 dan bupati ikut mengalami blabur Banyumas pada tahun 1861. Pada tahun 1834 juga terjadi beberapa pergeseran wilayah dan penambahan wilayah di kabupaten Banyumas, distrik Adirejo sebagian sebelah barat masuk ke Kabupaten Dayohluhur dan sebagian sebelah timur menjadi distrik baru bernama distrik Kaliredja (Sumpyuh). Sokaraja yang pada awalnya masuk ke kabupaten Banyumas masuk ke wilayahkabupaten Banyumas.

Bupati selanjutnya adalah Raden Adipati Cakranegara II yang menjabat dari tahun 1864 hingga mengundurkan diri pada tahun 1879 karena berbeda pendapat dengan residen Banyumas yang waktu itu dijabat oleh C de Klerk Moolenburg. Kesempatan ini digunakan oleh residen de Klerk untuk mengembalikan trah Banyumas ke kabupaten Banyumas atau mengembalikan kabupaten Banyumas kepada pemiliknya. Mertadiredja III yang sedang menjabat di kabupaten Purwokerto kemudian ditempatkan di Kabupaten Banyumas.

Pangeran Adipati Mertadiredja III menjabat di kabupaten Banyumas dari tahun 1879 hingga tahun 1913. Pada masa jabatannya Mertadiredja banyak sekali melakukan pembangunan dan banyak menyelesaikan masalah besar di wilayah kekuasaannya.

  • 10 April 1883 mendapatkan tanda kehormatan dari gubernur yaitu medali bintang Jene
  • 4 November 1890 mendapatkan tanda kehormatan dari gubernur songsong jene
  • 28 Agustus 1900 mendapatakan tanda kehormatan dari ratu Belanda yaitu Ridder OranjeNassau
  • 12 November 1900 mendapatkan gelar kehormatan dari gubernur yaitu gelar Aria sehingga menjadi Pangeran Adipati Aria Mertadiredja III
  • 29 Agustur 1901 mendapatkan tanda kehormatan dari Ratu belanda menggantikan RidderOranje Nassau menjadi Officier Oranje Nassau. Penghargaan ini diberikan kepada bupati yang telah berjasa pada kontribusi wilayah internasional.
  • 27 Agustus 1904 mendapatkan tanda kehormatan dari Ratu Belanda Ridder Nederlandsche Leeuw. Penghargaan ini diberikan oleh Ratu belanda karena jasanya yang sangat istimewa bagi masyarakat.
  • 26 Agustus 1910 mendapatkan tanda kehormatan dari gubernur yaitu Pengeran Ngagem Songsong Gilap

Pada masanya juga telah dibangun sebuah jalur kereta api milik Staats Spoorwagon yang menghubungkan antara Yogyakarta (Tugu) dan Pelabuhan Cilacap yang melewati distrik Kalireja (Kalirejo) pada tahun 1886. Juga dibangun sebuah pabrik gula yang sangat modern di grumbul Klampok distrik Purwareja dengan nama Suikerfabriek Klampok. Sebuah pabrik gula yang dibangun pada tahun 1888 yang sangat membanggakan karena dijadikan sebuah pabrik percontohan dengan tenaga listrik dan peralatan yang moden dan efisien. Juga dibangun sebuah jembatan yang menghubungkan kota Banyumas dan kota Sokaraja dan sebuah proyek besar transportasi modern Serajoedal Stoomtram Maatschapij (Kereta Uap Lembah Serayu) yang menghubungkan Maos - Purwokerto hingga Banjarnegara yang melewati distrik Purwareja pada tahun 1896.

Bupati selanjutnya adalah Raden Ngabei Gandasubrata bergelar Raden Adipati Gandasubrata yang merupakan putra dari Pangeran Adipati Aria Mertadiredja III. Bupati Gandasubrata menjabat dari tahun 1913 hingga tahun 1933. Pada masa jabatannya bupati banyak melakukan perubahan sosial karena pada masa itulah politik etis sedang gencargencarnya di lakukan. Beberapa sekolah telah dibangun pada masanya yaitu sekolah angka 2 dan Holland Inlands School yang diperuntukan untuk kaum pribumi. Juga membangun sebuah perpustakaan untuk pribumi di depan pendopo kabupaten. Pada tahun 1933 terjadi sebuah krisis ekonomi dunia yang juga melanda wilayah kabupaten Banyumas dan Purwokerto. Krisis ini menyebabkan masa pageblug berkepanjangan namun justru bupati telah digantikan oleh Raden Adipati Aria Sudjiman Mertadireja Gandasubrata.

Pada awal pemerintahannya bupati Sudjiman sudah di uji dengan masalah pemulihan masa pageblug yang dianggap telah berhasil dengan beberapa program pelatihan keterampilan seperti pembuatan payung kertas di kalibagor, menenun di desa Kediri, Candinegara da Kalisari, prduksi genteng ada di Pancasan dan Mergasana. Produksi kerajinan bambu di desa Banjarsari dan perhiasan dari perak dan tembaga ada di Pasir. Trasmigrasi yang pada masa Hindia Belanda disebut sebagai kolonisasi juga dilakukan oleh kabupaten Banyumas dengan mengirim banyak keluarga merantau ke Sumatra khususnya di provinsi lampung. Dan yang tidak kalah mencolok adalah kota Purwokerto telah memiliki jaringan listrik Electriciteit Maatschappij Banjoemas (EMB) yang berpusat di Ketenger.

Tahun 1936 dengan alasan untuk menghemat keuangan negara kabupaten Banyumas dan Purwokerto digabung menjadi satu dengan nama Kabupaten Banyumas dan beribukota di Purwokerto. Purwokerto merupakan pilihan yang tepat karena selama 40 tahun terakhir Purwokerto telah menjadi pusat ekonomi baru di wilayah karesidenan Banyumas dan memiliki potensi yang lebih baik lagi pada masa depannya. Atas usul dari ayahnya Pendopo Sipanji yang menjadi simbol trah Banyumas harus dipindahkan menggantikan pendopo di kota Purwokerto yang kebetulan juga sudah mengalami banyak kerusakan. Sehingga pada tanggal 27 Oktober 1936 telah dimulai pembongkaran dengan menggunakan jasa pemborong dan menggunakan dua truk yang disewa dari persewaan kendaraan Banyumas pada tanggal 6 November 1936 melalui jembatan Serayu dan Sokaraja.

Setelah pendopo Sipanji berhasil diboyong ke Purwokerto, masih banyak sekali perbaikan dan persiapan perpindahan bupati dari Banyumas. Sehingga perpindahan yang yang baru bisa dilaksanakan pada awal Maret 1937 yang juga bertepatan dengan pernikahan putri mahkota kerajaan Belanda Putri Juliana dan pangeran Bernhard. Pada tahun yang sama pabrik gula Kalibagor sudah mulai beroperasi kembali setelah beberapa tahun selama masa Maleise tidak beroperasi. Setelah tahun sebelumnya pabrik gula Kalibagor telah mengusahakan menanam kembali tebu di lahan lama dan lahan milik pg Purwokerto, pg Bojong dan pg Klampok yang karena kerugiannya harus gulung tikar.

  • Kabupaten Purwokerto

Kabupaten Ajibarang hanya berumur satu tahun kemudian atas persetujuan asisten residen pusat pemerintahan dipindah ke sebuah grumbul Paguwan di barat desa Purwakerta dimana terdapat santri mengaji dan diatas sebuah telaga. Raden Adipati Raden Adipati Bratadiningrat yang bergelar Raden Adipati Mertadiredja I meninggal pada tahun 1831. kemudian Raden Adipati Bratadiredja dengan gelar Raden Adipati Martadiredja II menjadi bupati pertama kabupaten Purwokerto yang menjabat hingga meninggal pada tahun 1853. Harusnya akan digantikan oleh putranya yaitu Dikarena Pangeran Mertadiredja III masih berumur 12 tahun kemudian akhirnya digantikan oleh menantunya yaitu Raden Tumenggung Djajadiredja. Namun tidak berjalan lama Raden Tumenggung Djajadiredja mengalami depresi dan kemudian diasingkan ke Padang, hingga selama beberapa tahun kabupaten Purwokerto tidak memiliki Bupati. Kangdjeng Pangeran Aria (PA) Mertadiredja III menjadi bupati Purwokerto yang ke tiga yang menjabat dari tahun 1860 hingga 1879. Tahun 1879 adalah masa yang sama dengan kekosongan bupati di kabupaten Banyumas sehingga Mertadiredja III dipindahkan ke kabupaten Banyumas. Yang menjabat bupati selanjutnya adalah adik dari Raden Adipati Cakranegara II yaitu Raden Tumenggung Cakrasaputra yang menjabat dari tahun 1879 hingga 1882. Stelah terjadi kekosongan bupati selama dua tahun, kemudian pada tahun 1885 menjabatlah Raden Mas Tumenggung Cakrakusuma yang menjabat hingga tahun 1905. Pada masa inilah kabupaten Purwokerto terjadi banyak sekali pembangunan fisik diantaranya adalah Pembangunan pabrik gula Purwokerto dan pembangunan jalur kereta api SDS yang berpusat di kota Purwokerto. Pada masa jabatannya juga kota Purwokerto banyak membangun jalan raya berupa pelebaran dan pembangunan jembatan.

Pada tahun 1905 hingga tahun 1920 bupati Purwokerto yang menjabat adalah Raden Mas Cakranegara III yang merupakan adik dari RT Cakasaputra dan RAd Cakranegara II. Pada masa kepemimpinannya Purwokerto yang sudah memiliki sebuah stasiun SDS kemudian dibangun sebuah stasiun lagi milik SS yang dibangun pada tahun 1916. Setelah itu kabupaten Purwokerto kembali tidak memiliki bupati selama 4 tahun. Hingga tahun 1924 ditempatkanlah Raden Tumenggung Cokrosuroyo yang berasal dari Panorogo yang sama sekali tidak ada trah Banyumas. Setelah itu kabupaten Purwokerto dan kabupaten Banyumas bergabung menjadi satu dengan nama kabupaten Banyumas dengan wilayah gabungan kabupaten Banyumas dan kabupaten Purwokerto pada tahun 1936. Distrik Purwareja kemudian dilepaskan dan digabungkan dengan kabupaten Banjarnegara hingga sekarang.